Tentang Harapan Hidup

Wawan Prasetyo
2 min readMar 4, 2023

Saya melempar angan jauh ke masa lampau dan membayangkan masa ketika teknologi medis belum ditemukan. Masa dimana ketika suatu gejala, penyakit hingga virus tidak memiliki penawarnya. Belum ada obat praktis, vaksin dan teknologi kesehatan.

Saya bertanya-tanya apakah dengan ketiadaan teknologi kesehatan masa lampau membuat harapan hidup orang-orang atau masyarakat menjadi lebih panjang atau sebaliknya?

Photo by Diana Polekhina on Unsplash

Mari mengenang pandemi Covid-19 yang “membantai” banyak negara. Kerugian secara ekonomi yang tidak pernah diduga dan banyaknya korban jiwa menjadi dampak yang sangat luar biasa. Kemudian kita bandingkan dengan Flu Spanyol dan Black Death, masa dimana belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. Beberapa sumber menyebutkan tingkat kematian akibat covid-19 tidak sebanyak dua kasus masa lampau tersebut. Tetapi tentu saja kehilangan nyawa tetap menjadi kerugian terbesar meskipun persentasenya sedikit.

Artinya, peran teknologi kesehatan seperti obat, vaksin, alat medis yang canggih memungkinkan banyak penyakit dan virus dapat diatasi lebih efektif dan dimitigasi lebih dini. Ketersediaan teknologi kesehatan membuat saya percaya bahwa obat dan vaksin diciptakan sebagai upaya “melanggengkan hidup” manusia.

Kita hidup dalam abundance era, masa dimana melimpahnya berbagai hal terkhusus informasi. Meskipun hanya sebagian saja yang memiliki akses teknologi kesehatan.

Hemat saya, orang dengan harapan hidup tinggi cenderung tidak terburu-buru dalam menggapai sesuatu. Misalnya harta, tahta dan kemapanan. Artinya tetap memiliki prinsip dan keteguhan hati untuk mencapai tersebut dengan melalui proses demi proses.

Namun, bisa jadi berbeda jika dibandingkan orang yang memiliki harapan hidup singkat. Perasaan takut dunia akan segera berakhir mendorongnya untuk mencapai hal-hal secara dengan cepat dan instan. Misalnya ingin lekas kaya, buru-buru naik jabatan hingga terobsesi dengan naiknya status sosial.

Hal tersebut bukan tidak mungkin menciptakan manusia-manusia yang selfish. Manusia yang tidak menikmati proses dan mengedepankan materialistik.

Photo by Aziz Acharki on Unsplash

Harapan hidup punya dua sisi, tergantung sudut pandang mana yang kita pilih. Harapan hidup yang tinggi mungkin saja membuat kita menikmati hidup hari ini, hari demi hari. Namun ada kecenderungan juga membuat hidup santai-santai aja yang akhirnya menciptakan “kemalasan”.

Harapan hidup yang singkat pun demikian. Kita bisa jadi bersemangat dalam menggapai tujuan. Tetapi juga bisa membuat kita berpikir dengan cara yang instan.

Kembali lagi, semuanya akan sangat bergantung dari sudut pandang kita. Mindset.

Terakhir, saya percaya bahwa apa yang kita dapatkan di masa mendatang akan sangat bergantung dengan apa yang kita lakukan hari ini.

--

--

Wawan Prasetyo

Mencari makna hidup sambil berkarya di Yayasan Hasnur Centre. Temukan saya di @wawprasetyo