Seperti Skripsi, Hidup juga Perlu Daftar Pustaka.

Wawan Prasetyo
3 min readMar 1, 2023

--

Tempo hari saya ikut satu diskusi teman-temen muda dari berbagai organisasi. Pada kesempatan itu kami berbagi bagaimana cara menumbuhkan nilai-nilai baik dalam manajemen organisasi kepemudaan.

Singkat cerita saya berkesempatan menyampaikan pentingnya mendulang pengetahuan bagi anak muda: mulai dari membaca buku, artikel, mendengarkan podcast, ikut seminar, dll.

Photo by zero take on Unsplash

Saya yang belum genap 1 tahun mengerjakan skripsi tiba-tiba teringat bagian daftar pustaka di dalamnya. Bagian di skripsi yang menurut saya paling penting. Bukan karena sebab kau terlalu indah dari sekedar kata. Namun, karena daftar pustaka tersebut merupakan kumpulan sumber, referensi, pedoman yang pada akhirnya mendrive saya untuk menulis dan meneliti.

Sampai pada satu titik saya teringat dosen saya yang menyampaikan bahwa skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai dan skripsi yang bereferensi pada sumber bacaan yang bagus.

Coba kamu bayangkan ketika skripsi diuji oleh dosen kemudian menanyakan “Mengapa anda menggunakan grand theory A”. Mana mungkin anda menjawab “Saya mendapatkannya ketika penulis blogger di kolom A”. Sebab jika rujukan daftar pustaka anda berkualitas, maka jawabannya lebih kurang seperti “Saya membaca dan mengidentifikasi teori A yang diterbitkan pada Journal of Economics, Finance & Management Studies yang mana sangat relevan jika digunakan untuk varibel yang saya teliti.

Skripsi saya tergolong ga bagus-bagus amat. Karena pada satu momen setelah mengumpulkan dokumen akhir, saya menemukan banyak sekali referensi-referensi buku maupun jurnal yang jauh lebih relevan dan tajam secara penjelasan.

Pada momen tersebut saya kemudian menyadari bahwa hal tersebut juga sering terjadi dalam banyak momen kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika berbelanja sering didapati penyesalan setelah membeli sepatu, kita justru menemukan sepatu dengan kualitas yang sama tetapi harganya lebih murah di toko sebelah. Bisa juga terjadi ketika membeli tiket wahana permainan yang mungkin saja kalau bersabar 1 hari, kita bisa mendapatkan harga yang lebih murah.

Mari membayangkan daftar pustaka dalam kehidupan kita.

Referensi yang kita jadikan acuan untuk berperilaku, menyikapi suatu masalah, memilih pakaian, menentukan gaya hidup, cara berbicara hingga hal sederhana seperti mau minum es teh atau es jeruk.

Referensi tersebut akan sangat bergantung pada daftar pustaka yang kita kumpulkan secara kolektif dari kepercayaan yang dianut, nasehat orang tua yang didengar, buku yang dibaca, podcast uang didengarkan hingga channel youtube yang ditonton hingga.

Photo by Goran Ivos on Unsplash

Secara penggambaran, perbedaan daftar pustaka pada skripsi dan kehidupan hanya pada konteksnya saja.

Menjalani hidup layaknya menulis skripsi. Kita akan menulis dan meneliti kejadian, fenomena dan peristiwa dalam hidup berdasarkan pengalaman kita yang bersandar pada pengetahuan terhadap sesuatu. Termasuk bagaimana peran emosi kita menentukan pilihan dalam hidup. Kita akan menjadi arif jika kemudian membaca berita dengan sumber yang terpercaya dibandingkan teks-teks hasil forward di grup whatsapp keluarga yang terkadang sumbernya tidak jelas.

Memilih dan menentukan daftar pustaka yang dijadikan rujukan dalam hidup berada pada kendali kita sepenuhnya. Memang dalam perjalanannya tidak langsung menjadikan diri ini menjadi manusia yang arif dan berkualitas. Namun, pencarian daftar pustaka yang dilalui menuntun kita pada proses pendewasaan dan kematangan diri.

Photo by Jonathan Borba on Unsplash

Pada akhirnya, kepercayaan yang kita anut akan menentukan level kebijaksanaan dalam memandang kepercayaan orang lain. Nasehat orang tua yang kita jadikan prinsip hidup akan menentukan bagaimana cara kita menghormati orang lain. Buku yang kita baca akan connecting the dots untuk menjahit hal baik yang saling terhubung. Podcast yang kita dengarkan akan memberikan asupan yang bernutrisi untuk otak dan batin kita. Hingga konten youtube, instagram hingga tiktok yang kita simak akan menggambarkan wisdom diri kita terhadap era yang serba “banjir”.

Semua hal tersebut pada hakikatnya berada dalam jangkauan dan kendali penuh diri kita. Sehingga dalam mengeksplorasi daftar pustaka yang baik harus dimulai dari dalam pikiran sebagaimana Pramoedya Ananta Toer yang berpesan untuk “Senantiasa adil sejak dalam pikiran”.

Selamat menulis dan meneliti untuk hidup.

--

--

Wawan Prasetyo

Mencari makna hidup sambil berkarya di Yayasan Hasnur Centre. Temukan saya di @wawprasetyo