Mendengar Lebih Baik

Wawan Prasetyo
3 min readJul 14, 2024

--

Banyak yang bilang bahwa salah satu “pekerjaan” atau “tugas” yang paling sulit adalah mendengarkan. Padahal, menurut Epictetus, kita memiliki dua telinga dan satu mulut, karena itu kita bisa (baca: harusnya) mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara.

Photo by Sebastián León Prado on Unsplash

Baru-baru ini.

Beberapa riset menunjukkan bahwa keterampilan mendengarkan yang baik menjadi semakin penting di abad ke-21. Terbaru, World Economic Forum mengeluarkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi yang efektif, termasuk mendengarkan adalah keterampilan esensial yang harus dimiliki generasi muda hari ini.

Kembali ke pernyataan awal. Dan saya setuju bahwa mendengarkan adalah kemampuan yang tidak mudah. Rasanya lebih senang kita berbicara dibanding mendengarkan, kan? Selain itu, mendengarkan juga butuh lebih banyak perhatian dan energi. Alih-alih kita berusaha berempati dengan mendengarkan lebih baik, tidak jarang fokus dan energi kita habis, yang pada akhirnya malah kehilangan fokus untuk mendengarkan.

Tapi yang begitu bukan cuma kita, kok.

Mahatma Gandhi, seorang tokoh bersejarah yang dikenal karena kepemimpinannya dalam gerakan kemerdekaan India melalui non-kekerasan. Gandhi sering kali menghadapi situasi konflik dan ketidakadilan yang luar biasa. Namun, salah satu kekuatan terbesarnya adalah kemampuannya untuk mendengarkan. Ia mendengarkan keluhan rakyatnya, memahami penderitaan mereka, dan melalui mendengarkan, ia mampu merumuskan strategi perlawanan yang damai namun efektif.

Mungkin dalam proses perjuangannya yang tidak mudah. Ghandi juga pernah kehilangan fokus saat mendengarkan atau bahkan kelelahan. Dalam buku-bukunya, Gandhi sering menceritakan bagaimana mendengarkan bukan hanya membantunya memahami masalah yang dihadapi orang-orang, tetapi juga memperkuat ikatan dan kepercayaan antara dirinya dan para pengikutnya.

Steve Jobs, seorang inovator brilian, juga memiliki kemampuan mendengarkan yang luar biasa. Apple adalah bukti nyata dari sebuah karya yang berupaya dibuat berdasarkan umpan balik pengguna, tren teknologi dan keinginan konsumen.

Coba bayangkan.

Saat kita mendengarkan cerita dari teman atau pasangan. Kita bisa memahami masalah dan perasaannya dengan baik. Sama seperti yang Ghandi rasakan, ia tidak hanya mendengar kata-kata, tetapi juga menangkap emosi dan kebutuhan yang tersirat di balik kata-kata tersebut.

Saya membayangkan saat di kantor, Steve Jobs dengan impiannya mengadakan diskusi intensif bersama tim, saling lempar ide, mendengarkan saran dan menggali lebih dalam setiap detailnya.

Saya kadang penasaran, apakah Steve Jobs pernah kesal atau marah karena ide yang bersebrangan, ya?

Jawaban yang saya temukan adalah bahwa Steve Jobs menjalaninya dengan penuh cinta sebagaimana pesannya “..the only way to do great work is to love what you do”. Ia meyakini bahwa mendengarkan dengan seksama adalah syarat untuk memicu kreativitas dan menghasilkan inovasi luar biasa.

Mungkin gak mudah, ya.

Sama seperti Gandhi dan Jobs, kita sudah “dijadwalkan” untuk bertemu dengan berbagai tantangan. Baik itu di kantor, sekolah bahkan dalam hubungan pribadi.

Saya pun begitu. Berusaha untuk benar-benar mendengarkan orang lain, yang harapannya bisa meminimalisir kesalahpahaman, membangun hubungan yang lebih kuat, dan menemukan solusi yang lebih baik.

Saya percaya bahwa mendengarkan mampu memupuk empati, memahami sudut pandang orang lain, dan memelihara hubungan yang saling menghormati.

Jadi, mari kita..

Menghadapi dunia yang semakin kompleks dan cepat berubah ini dengan bismillah dan kemampuan mendengarkan dengan baik. Ingatlah pesan dari bapak Baek Hyun-woo di Queen of Tears “bangunlah komunikasi yang baik, karena perang justru berawal dari komunikasi yang buruk”

--

--

Wawan Prasetyo
Wawan Prasetyo

Written by Wawan Prasetyo

Mencari makna hidup sambil berkarya di Yayasan Hasnur Centre. Temukan saya di @wawprasetyo

No responses yet