Bagaimana Melawan Rasa Takut

Wawan Prasetyo
2 min readFeb 15, 2022

“Keberanian membutuhkan rasa takut” — Najwa Shihab

Kita adalah “produk” turunan dari nenek moyang yang tidak mengalami banyak perubahan dari fungsi tubuh. Barangkali kita hanya menjadi lebih kecil dari waktu ke waktu.

Pada masa pemburu-pengumpul, nenek moyang kita adalah individu senang berkolaborasi. Bayangkan saja bagaimana mereka harus menangkap hewan besar untuk dijadikan pangan dalam beberapa hari? Ya tentu berburu bersama. Berkelompok.

Kebiasaan berkolaborasi sejatinya masih langgeng hingga hari ini. Kita tidak pernah lepas dari bantuan dan kebaikan orang lain. Kita tumbuh dewasa atas kasih dari orang tua maupun keluarga. Kita menjadi manusia yang berpendidikan berkat para guru dan pemimpin. Kita memenuhi kebutuhan hidup juga dengan cara membeli barang dan jasa yang diupayakan oleh manusia lainnya.

Kita adalah makhluk kolaboratif.

Tentu kita juga perlu mengakui bahwa kita adalah makhluk yang penakut. Kita takut merasa kehilangan. Kita takut berpisah dengan sesuatu atau orang yang kita sayang. Kita takut tidak mendapatkan masa depan yang sesuai rencana. Bahkan kita takut untuk memulai sesuatu yang baru.

Pengakuan terhadap rasa takut tentu tidak menjadikan kita sebagai makhluk yang hina. Justru rasa takut mendorong kita menjadi manusia yang lebih baik. Kita takut bodoh, maka kita belajar. Kita takut tidak diterima di masyarakat, maka kita bersosialisasi dengan baik. Kita takut dikecewakan, maka kita berusaha memberikan perlakuan yang baik. Tentu kita juga takut membuat Tuhan marah, sehingga kita berusaha menjauhi yang tidak disukai-Nya.

Kita adalah makhluk yang penakut.

Konteks tulisan ini secara khusus membahas bagaimana kita melawan rasa takut dengan menjadi manusia yang kolaboratif.

Source by Unsplash

Terinspirasi dari analogi yang Sandiaga Uno sampaikan. Hampir semua dari kita pernah menyebrang jalan. Coba bayangkan anda menyebrangi jalan. Rasa lebih berani, lebih nyaman akan muncul ketika anda menyebranginya dengan orang lain dibandingkan melakukannya sendirian. “Menyebrang bersama” memiliki makna bahwa dalam hal kecil saja kita menerapkan kolaborasi.

Bagaimana kita mendapatkan teman untuk menyebrang?

Jawabannya adalah kita hanya perlu melakukan apa yang nenek moyang kita lakukan. Menjalin kolaborasi. Bergabung dengan kelompok. Konsisten berjejaring dan berkoneksi. Dengan cara seperti itulah kita mendapatkan kawan untuk “menyebrangi berbagai jalan kehidupan” dengan penuh keberanian.

Banyak sekali permasalahan di zaman ini yang dapat diatasi dengan cara berkolaborasi. Kerja kelompok bersama teman kelas adalah contoh kecil. Kerjasama antar lembaga, pemimpin hingga negara adalah praktik kolaborasi untuk melawan rasa takut.

Terkoneksi dengan orang lain adalah kunci untuk melanggengkan kolaborasi. Dan kolaborasi adalah obat untuk melawan rasa takut.

--

--

Wawan Prasetyo

Mencari makna hidup sambil berkarya di Yayasan Hasnur Centre. Temukan saya di @wawprasetyo